Apa sih yang ada di otakmu tentangku??? Kenapa sulit sekali bagimu bilang cinta aku?? Tidakkah kau tahu aku menunggu? dan waktuku tidaklah sebanyak itu...
May menuliskan itu di baris pertama, sekaligus macet meneruskan lanjutannya. Agenda tunggalnya sore ini adalah membalas surat Gibran. Tidak ada yang lain. Karena selepas maghrib dia ada janji temu dengan Alin, sesama vokalis sopran di paduan suara fakultas. Besok agendanya full dari pagi sampai sore, sebagian besarnya adalah mengerjakan pembahasan praktikum yang membutuhkan banyak waktu untuk membaca aneka literatur dan keharusan untuk ditulis tangan. Tapi hanya kalimat itu yang tertulis.
Ingin sekali May bilang betapa ia merindukan Gibran, memikirkannya sebagai seorang wanita yang telah tumbuh dewasa dan membutuhkan seorang pria yang akan mendampingi hidupnya. Bukan lagi gadis kecil yang hanya berani memandangnya dari kejauhan, lalu diam-diam menyimpannya dalam doa dan harapan. Tapi menyatakan apa yang ada di pikiran tentang perasaan tidaklah sama dengan mempresentasikan makalah evolusi dan bioteknologi yang rawan adu argumentasi, juga tidak semudah mengaktualisasikan program pelatihan untuk adik-adik tingkatnya di teater yang bisa secara terprogram dilakukan. Ini adalah keterampilan yang lainnya lagi. Dan terasa jauh terkunci dalam otaknya. Tidak tahu kenapa.
Usai sholat maghrib May langsung berangkat ke pujasera area kosabra yang menyajikan aneka masakan nusantara. Favoritnya dan Alin dengan alasan yang sangat sederhana. Jus buahnya enak. Senyumnya langsung mengembang lebar menyaksikan sahabatnya itu telah duduk manis menghadap notes kecil dengan jus tomat kesukaannya. May memesan jus alpukat tanpa es dengan sedikit gula sebelum ikut duduk disana.
"Katamu jadwal pementasan padat hingga akhir bulan, kok hari gini bisa sesantai ini" May berkomentar panjang teringat pertemuan terakhirnya dengan Alin.
"Ada hal yang lebih penting untuk kamu tahu May. Kamu masih inget Andre yang pernah aku ceritain itu, yang kami ldr an hampir 4 tahun sampai sekarang? Kemarin dia nemuin aku usai pementasan, bilang cinta sama aku, dan dia mau wisuda semester depan. Aku berasa bahagia banget, serasa hidupku lengkap saat akhirnya bertemu dia May. Aku..." Alin bercerita panjang dengan mata berbinar.
"Stop dulu Alin...trus, ini mas Dewa mau dikemanain? Kamu pasti ga bilang ke Andre kalo kamu sudah tuker cincin?" May memegang tangan Alin pelan, melihat lurus kearahnya. Meminta penjelasan. Membuat wajah Alin mendung seketika.
"Aku tahu kamu bisa bantuin May...kamu kan sudah pernah ketemu papaku, kamu juga orangnya sangat obyektif menilai persoalan, teman-teman bisa mengandalkanmu mengatasi konflik dalam banyak program, kamu pasti bisa meyakinkan papa bahwa Andre pria terbaik yang aku cintai dan aku tunggu sejak lama. Gimana May...bisa kan?" raut wajahnya separuh cemas separuh berharap. May urung menyeruput jus alpukatnya yang tadi terlihat sangat menggoda.
"Alin...iya aku bisa menghandle persoalan itu, karena yang dibahas adalah organisasi dan program, bukan begini caranya menyelesaikan persoalan, aku juga sebenarnya kurang paham dengan aneka dinamika ldr an meskipun hampir 7 tahun aku saling berkirim kabar dengan Gibran. Apalagi tentang menjaga perasaan. Coba pikirkan harapan dan kepercayaan papamu pada Mas Dewa, termasuk juga perasaan Mas Dewa sendiri yang sudah berapa bulan ini ngejagain kamu. Apa kamu tahu apa yang dipikirkan seorang ayah saat melihat putrinya didatangi cowok ke rumah? ada pertarungan di matanya, menuntut pria yang datang itu harus lebih baik daripada dia, melindungi dan menjaga" May bertutur panjang lebar menjelaskan.
"May, apa kamu berharap Gibran akan bilang cinta sama kamu? klo dia nggak bilang, apa kamu mau duluan bilang ke dia? mana ada cowok yang mau bercerita apapun buatmu berkirim surat hampir tiap minggu kalo ga cinta sama kamu?" Alin yang terbiasa spontan tak sempat memprediksikan dampak dari pertanyaannya. May tersedak tepat di tegukan pertama. Membuat Alin spontan minta maaf. Membuat mereka kompak bekerjasama mencari tisu membereskan sebagian minuman yang tertumpah di meja. Untuk kali pertama mereka tertawa bersama menyadari kelucuan yang baru saja tercipta.
"Kamu bikin aku pusing Alin, aku ga kompeten menjadi konsultan orang pacaran berikut segala dinamikanya"
"Aku juga baru tahu, sahabatku ini sedang jatuh cinta. Ini jauh lebih penting daripada urusanku sebenarnya. Eh, gimana pertanyaanku tadi, misalnya si Gibran itu ga juga bilang cinta ke kamu apa kamu mau aku bantu bilang ke dia? Aku berpotensi untuk memanipulasi pemikiran orang lain lewat aktingku. Kamu pernah bilang gitu saat aku ikut latihan bersama di sanggar"
"Enggak" May menjawab pendek. Wajahnya berubah serius dengan cepat.
"Persahabatan kami jauh lebih berharga daripada jika harus beresiko rusak hanya gegara aku bilang cinta dan ternyata dia tidak"
"Tapi bisa jadi dia memang cinta kamu dan tidak bisa mengatakannya kan May, kamu ga mau mengambil kesempatan itu?" Alin masih berusaha meyakinkan sahabatnya. Sesaat sunyi.
"Aku akan membantumu, meyakinkan papamu, tapi...Andre harus datang menemui papamu. Itu pertarungan para pria yang harus dihadapi antar mereka. Dan, aku tidak bisa menjamin ini akan berhasil. Kesempatan yang kupunya kupersembahkan buatmu. Banyak novel sastra bilang, kekuatan cinta dan kekuatan doa seringkali tidak terduga bukan?" May tersenyum lembut memandang sahabatnya. Selarik bintang jatuh berkelebat di angkasa. Melangitkan harapan yang hanya dapat didengar oleh pikiran mereka masing-masing.
Sumber Video: Jawa Pos SMA Awards 2021-Story Telling-SMA Negeri 8 Kediri pada channel youtube SMAN 8 KEDIRI TV
#Teaser: Bendera Kata