Setahun sejak hari itu, Panen Karya Guru Penggerak Angkatan 8.
Banyak banget yang sudah terjadi, dengan godaan yang paling berat adalah... ingin berhenti. Sebenarnya buat apa harus berjalan sejauh ini? Apa sebenarnya yang dicari?
Keinginan paling menggoda untuk jadi Guru Penggerak buat aku saat itu adalah, berada pada momen tertinggi seorang guru. Menjadi pemimpin pembelajaran sekaligus penggerak komunitas belajar. Pada saat berada di kelas hanya terasa sebagai rutinitas. Pada saat mata para siswa berhenti ingin tahu ini itu dan memandang sekolah hanya sebagai deretan tugas. Pada saat terasa jauh bagaimana memahami apa yang harus dilakukan untuk menumbuhkan motivasi dan daya juang mereka melihat masa depan.
Ketika berada dalam seluruh sesi PGP, sesi itu terpampang nyata. Pemahaman dan kacamata baru tentang kelasku, bagaimana memandang siswa dalam sisi terbaiknya, sekaligus cara memandang pengembangan sekolah berdasarkan potensinya.
Kadang, pengen sekali mengumpat rasanya. Terutama, menghadapi kondisi di kelas-kelas yang rawan memicu hipertensi. Atau mungkin, memang standar aku yang terlalu tinggi. Berharap suasana kelas seperti saat aku berada pada posisi mereka saat ini. Anomali itulah yang ku nikmati keberadaannya. Menjadi kebiasaan baru bernama REFLEKSI yang terus ku terapkan hingga kini. Berteman pertanyaan absurd macam ini: Klo aku Ki Hadjar Dewantara, apa yang sebenarnya harus kulakukan di kelas ini?
Lantas, ketika diminta merintis Komunikasi Belajar. Saat CORAK KOPI (Coach Penggerak Kolaborasi Pemikiran Inovatif) telah berhasil dipresentasikan pada Panen Karya. Saat sekolah telah punya komunitas belajar yang lebih terstruktur bertajuk Creative Community, bukankah sudah saatnya aku bisa fokus pada kelasku sendiri?
Tapi ternyata tidak segampang itu. Bergesernya sudut pandang bahwa Kurikulum Merdeka bukan sekedar memenuhi kebutuhan siswa. Tapi juga kebutuhan gurunya.
Kelas yang kuampu tidak akan berhasil dengan optimal jika iklim belajarnya kurang. Iklim belajar hanya bisa dijaga jika melibatkan semua orang. Semua murid, semua guru. Apa yang kurintis dan kulakukan tidak akan berdampak jika saat ini memilih berhenti.
Parahnya lagi, otak dan hatiku semakin penuh dengan rencana saat aku semakin paham bagaimana melihat frame besarnya. Visi Misi Sekolah. Sekolah yang Dicita-citakan. Apa yang sebenarnya dibutuhkan siswa. Juga petualangan kami, para guru mencari harta yang tak ternilai harganya. Inovasi.
Jadi, kupikir ini justru saatnya kembali memulai...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar