Senin, 27 September 2021

Catatan Pendek Kisah yang Panjang

jadi mungkin,
kira-kira cinta itu begini
kau punya jaket mahal dan bagus yang merknya terkenal
tapi kau masih saja pake jaketmu yang berwarna pudar
karena dialah yang telah jauh menemani perjalanan
melindungimu dari dingin dan hujan 
menjagamu dari angin malam
dengan siklus cuci kering pakai tak beraturan
yang ta dapat lagi dihitung dengan jari kaki dan tangan
tapi jaket itu selalu membuatmu nyaman

Angin berhembus sepoi mengirimkan sejuk. Langit semburat lembut mengirimkan sinarnya yang keemasan. Embun berkilauan di ujung rumput yang bergoyang. Wangi khas hutan ditingkah kicau burung yang saling membangunkan. Pagi sedang berpesta bersama sinar matahari pertama.

May menatap Gibran dari kejauhan. Pemuda itu memandang luas daratan lembah yang membentang jauh. Garis wajahnya yang tegas tergambar jelas dari tempatnya berdiri. Tanah tempat mereka berdiri berhias pohon yang sedang bertunas meriah dengan ujung ranting penuh tunas baru. Tempat itu terasa tidak asing. Embun rerumputan membasuh lembut kakinya yang kini basah. Langkah kakinya terayun mendekat.

Sepasang kupu-kupu berwarna biru beterbangan disekitarnya. Lembah itu kini sempurna bermandikan sinar mentari. Hangat memanjakan. Saat Gibran menoleh padanya, wajah itu sempurna mengarahkan pandang padanya. Tatapannya lembut dan dalam. Membuatnya ingin tinggal didalamnya, sekaligus membuatnya berdiri tegak menghentikan langkah. Menunduk mengalihkan pandang. Sebelum seluruhnya lenyap.
...

Tirai jendela kamar May separuh terbuka. Sinar matahari menerobos masuk membuat kamarnya yang penuh dengan aneka kertas jadi hangat. Suara kesibukan pagi khas anak kos membuatnya kesadarannya pulih dengan cepat. Semalam dia tertidur hampir jam 2 pagi. Membaca buku biometri yang sulit sekali merasuk ke otaknya karena dia tidak terlalu suka matematika. Berusaha membalas surat Gibran, meskipun sama sekali tak ada ide harus menuliskan apa.

Otaknya yang telah terbangun sempurna membuat May spontan melihat ke dinding. Agendanya hari itu. Jam 8 dia harus menemui petugas laboran mengecek ketersediaan alat bahan praktikum yang kemarin dipesan. Setelah itu ada kuliah pagi. Menengok sanggar teater siapa tahu ada surat masuk. Jam 11 siang ke kantor pos mengirimkan surat buat Gibran dan menemui adek tingkatnya untuk koordinasi diklat alam. Sorenya ada jadwal latihan yang akan menyibukkannya hingga malam. Andai saja surat itu sudah jadi, tapi...May belum menuliskan apapun sama sekali. Meskipun otak dan hatinya tak lagi bisa diajak kompromi. Mengingat Gibran selalu membuatnya terasa lengkap dan full energi. Entah kenapa.

#Teaser: Bendera Kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar