Senin, 19 September 2022

GERAK PENA: BERKARYA BERSAMA SISWA

 


Kelas terasa lengang, dalam sehari hanya separuh yang dapat bertemu langsung didalam kelas. Apalagi yang dapat dilakukan? ini masih pandemi. Terasa canggung ternyata, saat pertama bertemu kelas yang sejak awal masuk sekolah ini hanya bisa saya temui dari google meet atau chat WA. Anak-anak memandang saya dengan canggung, menanti instruksi, sebagian lagi masih sibuk dengan gawainya. Saya memilih cara yang paling konvensional, mengabsen mereka satu persatu dan memandangnya baik-baik. Saya perlu mengenal mereka lebih dulu sebelum bisa mengajar dengan lebih baik daripada kelas online yang biasanya lebih dominan interaksi searah. Lagipula ini saat yang saya nantikan, bisa bertemu langsung dengan mereka.

Pembelajaran yang saya rancang blended learning mengharuskan saya membagi konsentrasi antara yang belajar di rumah dan yang kini sedang saya hadapi. Pandemi ini benar-benar menuntut kami memutar otak, berinovasi mencari cara mengajar yang efektif dan menyenangkan ditengah pembelajaran daring yang mulai terasa menjemukan. Kenapa? Karena yang saya hadapi saat daring adalah laptop dengan aneka agenda mengajar daring melalui Google Classroom maupun Google Meet. Hasil kerja mereka hanya bisa saya koreksi dengan laptop. Ada kalanya saya membaca hasil kerja siswa di GC dengan tulisan rapi, kualitas foto yang baik dengan penalaran yang runut dan penomoran yang urut. Tapi banyak juga yang tulisannya cukup "unik" sehingga butuh sedikit usaha ekstra untuk membacanya, ditambah dengan kualitas foto kurang bagus. Adakalanya sampai jauh malam saya harus membalas chat mereka yang bertanya tentang materi, tugas ataupun sekedar sharing hasil praktikumnya yang "tidak sesuai dengan di buku" dan bagaimana membahasnya dalam laporan. 

Maka saat mengajar luring benar-benar menjadi saat yang saya rindukan. Usai sesi perkenalan, apersepsi dan motivasi saya mulai beraksi. Menjelaskan LKS yang telah saya share di grup WA dan memberikan ruang bagi mereka untuk bertanya dan saling berdiskusi. Bahkan LKS yang saya buat dirancang secara terstruktur menjelaskan langkah demi langkah penelitian kecil tentang Kingdom Plantae serupa modul sehingga mereka dapat bekerja secara mandiri di alam. Saya menugaskan mereka menginstal aplikasi PlantNet untuk mengidentifikasi gambar organ tumbuhan berupa bunga, buah, daun dan kulit kayu serta menggunakan aplikasi itu untuk mengidentifikasi tumbuhan di sekolah secara langsung.

Sesi pengamatan membuat saya mengamati banyak hal diantara kesibukan saya mengisi lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. Berada diluar ruangan respons mereka sangat beragam. Ada yang masih malu-malu berinteraksi dengan teman dan guru, ada yang sudah sangat heboh menceritakan hasil temuannya pada temannya, ada yang langsung mencari saya menunjukkan hasil pengamatan yang separuh jadi. Semangat dan antusiasme mereka saat mengambil foto, saling berbagi temuan tumbuhan yang mereka amati, saling memberikan solusi pada teman yang belum terampil menggunakan PlantNet serasa turut memberikan saya semangat dan antusiasme yang sama.

Sehari kemudian saya membuka google form tempat mereka mengirimkan laporan. Hampir sebagian besar nama siswa telah terpampang disana. Sehari berikutnya hanpir semua siswa telah tuntas mengerjakan tugasnya. Tapi itu belum apa-apa. Ketika saya membacanya satu persatu, aneka identifikasi tumbuhan berdasarkan hasil pengamatan, hasil identifikasi dari aplikasi hingga identifikasi dari website sesuai instruksi pada LKS terpampang rapi. Aneka tanaman di sekolah seperti Ruellia simplex, Sansevieria trafasciata Prain, Jatropha podagrica, Codiaeum variegatum,  Bougainvillea spectabilis  dan banyak lagi, hingga beberapa spesies tumbuhan yang mereka amati di rumah telah teridentifikasi dengan baik. Sebagian masih perlu dibenahi, tapi sebagian lagi, bahkan sudah lebih baik daripada yang sudah saya paparkan dalam presentasi.

Pada even Hari Guru Nasional 2021 saya menuliskan pembelajaran ini dalam Best Practice artikel inovasi pembelajaran IPA yang bertajuk Gerak Pena 2021 (Gelar Karya Pendidik Sains Indonesia) yang diselenggarakan oleh P4TKIPA dengan proses seleksi terbuka karya guru se-Indonesia. Bahagia dan bangga rasanya saat karya itu lolos seleksi. Mepetnya undangan yang didapat secara online membuat saya harus bekerja luar biasa sebelum bisa berangkat. Menghubungi cabang Dinas Pendidikan mengurus Surat Tugas, merancang X-Banner, finalisasi draft presentasi yang harus sudah terkirim online, mencari tiket kereta hingga Rapid Test antigen saya lakukan dalam sehari menjelang hari H. Ini adalah kali pertama even peringatan HGN kembali dilaksanakan luring pasca pandemi. Total 20 guru Biologi, 20 guru Fisika, 20 Guru Kimia, 20 guru IPA SD dan 40 guru IPA SMP diundang dalam perhelatan itu. Sehari sebelum peringatan HGN 2021, saya berangkat ke Bandung.

Dalam even itulah saya menyadari, saya tidak sendiri. Seratus dua puluh guru yang diundang kesini, dengan inovasi dan perjuangannya berada dalam acara ini sedang berada dalam misi yang sama, mempersempit jarak learning loss dan realita yang sedang melanda. Saya mengedari ruangan membaca satu persatu karya mereka di sepanjang pinggir hall tempat walking gallery dalam jajaran X-Banner berwarna warni. Bahkan dalam ruang presentasi kelas Biologi, kami berkesempatan saling presentasi memaparkan inovasi yang telah kami lakukan dalam pembelajaran beserta lika liku pembelajaran daring, luring hingga blended learning dengan segala dinamikanya. Saya memegang map piagam usai berfoto bersama dengan berkaca-kaca saat membaca tulisannya. Piagam Penghargaan sebagai peserta Gelar Karya Pendidik Sains Indonesia bagi Guru Biologi jenjang SMA dengan tema Bergerak dengan Hati Pulihkan Pendidikan dalam rangka Hari Guru Nasional Tahun 2021.

Kembali ke sekolah lagi memberikan wacana baru bagi saya, pandemi ini telah merubah wajah pendidikan di negara kita. Semua terdampak, semua harus bertindak. Guru Merdeka Belajar dan terus bergerak mengatasi kondisi dan keterbatasan. Memodifikasi dan berinovasi dalam pembelajaran. Terus memperkaya wawasan dan  membuat perubahan positif mulai dari dirinya, dari kelasnya, dari siswanya. Begitulah semangat yang sama akan terus bersambungan membentuk jembatan, menjadikan harapan bahwa kita dapat bersatu bekerjasama mengejar ketinggalan.

Kini kelas telah penuh terisi, meskipun saya masih terus membawa pandemic kit (hand sanitizer, masker cadangan dan face shield), masih terus harus mengingatkan siswa protokol kesehatan, bersama harapan dan doa yang melangit mengangkasa, badai pandemi ini segera berlalu pergi, kelas akan kembali hidup dengan karya-karya siswa di dindingnya. Juga lebih banyak lagi inovasi pembelajaran yang bisa diterapkan, karena kita dan siswa kita telah cakap dan biasa menggunakan gawai dan aplikasinya, telah banyak tahu website tentang materi dan media pembelajaran. Peninggalan pandemi yang terus bisa kita ambil dan manfaatkan.

Note:

Cerpen ini telah dibukukan dalam buku Antologi Karya Cerpen yang berjudul "New Normal New Hope" yang berisi 20 karya terbaik dari guru dan orangtua jebolan finalis "Lomba Menulis Cerpen ROMO #4" SD Plus Rahmat Kota Kediri


Minggu, 18 September 2022

Seberang Angan

Siang dengan angin yang riuh dan kepala yang penuh memang seringkali secara instan membuat jenuh. May mengambil waktu sela diantara jam kuliahnya untuk mengambil istirahat. 

Perustakaan lagi...

Tempat paling nyaman memanjakan diri, walaupun tidak sepenuhnya benar

"Siang May, sibuk ya..." sapaan ramah dan akrab yang hampir sebulan ini menghiasi agendanya di perpustakaan

"Hai...enggak kok, cuma nulis surat"

"Hari gini? Nulis surat?" raut wajah Brian mengumbar heran tapi juga ingin tahu.

"Iya. Kami saling berkirim surat sejak lama. Surat itu, lebih humanis, lebih menyentuh, lebih artistik karena tulisan tangan dia bagus banget" 

"Dia mahasiswa sastra? atau jurusan seni?" langsung mengambil kursi berhadapan dengan May

"Bukan sih. Dia kerja. Dulu saat SMA jurusannya bahasa"

"Cowok ya?" 

" Iya. Eh, tadi katanya tadi Brian mau kasih aku sesuatu?" May tetiba teringat saat terakhir ketemu Brian kemarin sore.

Seketika Brian ingat coklat berpita merah yang semalam membuatnya tidak bisa tidur. Untuk May. Entah kenapa setelah perbincangan tadi Brian jadi ragu memberikannya. Hening sesaat. Brian menatap May yang memandang lurus ke arahnya. 

"Ehm, ...aku nemu esai yang menarik. Punya Leak. Nemu di rak buku lantai 2. Mungkin, sesekali kamu bisa baca yang agak sosiologi gitu..." Brian menjawab sekenanya.

"Kritik sosial? tema yang agak serius ya? tapi menarik juga sih...trus, kita mau apain? jadikan monolog, puisi, cerpen? mungkin kita memang cocok untuk bikin projek bersama" 

Jika sudah begini, obrolan akan terus mengalir kesana kemari dengan asyiknya. Jauh dari urusan tugas kuliah mereka. Jurusan sains dan jurusan tehnik yang sedang rehat dari dunianya. Obrolan terhenti saat May teringat sesuatu.

"Brian, hampir lupa. Aku juga mau kasih sesuatu ke kamu" May mengeluarkan coklat mete kesukaannya yang dibungkus kertas kado berpita ke Brian. Tersenyum memandang wajah Brian yang kini ekspresinya sulit diartikan.

"Ehm, jangan diketawain ya...Sebenarnya saat semalam teman-teman kos ngajak beli coklat valentine aku ga pengen sih. Buat apa? Buat siapa? tapi akhirnya aku beli 2. Satu lagi untuk bapak ibuk dirumah sih, tapi lagi ga pulang. Satu lagi buat Jun, sahabat seangkatan jurusan Biologi yang udah tak kasihkan dari habis subuh tadi"

"Trus, kok dikasih ke aku May...?"

"Ya, aku sayang ke ayah bundaku tiap hari meski tanpa coklat itu, jadi kukasih aja ke kamu, best partner that I have" 

Brian mematung berusaha tersenyum, teringat coklat berpita yang tetap tinggal di tas perpustakaan yang ia bawa. Mencerna senyum matahari yang ia lihat di wajah May saat menulis surat. Siapa cowok itu? Mereka sepasang kekasih? 

*Teaser: Bendera Kata