Kelas terasa lengang, dalam sehari hanya separuh
yang dapat bertemu langsung didalam kelas. Apalagi yang dapat dilakukan? ini
masih pandemi. Terasa canggung ternyata, saat pertama bertemu kelas yang sejak
awal masuk sekolah ini hanya bisa saya temui dari google meet atau chat WA.
Anak-anak memandang saya dengan canggung, menanti instruksi, sebagian lagi
masih sibuk dengan gawainya. Saya memilih cara yang paling konvensional,
mengabsen mereka satu persatu dan memandangnya baik-baik. Saya perlu mengenal
mereka lebih dulu sebelum bisa mengajar dengan lebih baik daripada kelas online
yang biasanya lebih dominan interaksi searah. Lagipula ini saat yang saya
nantikan, bisa bertemu langsung dengan mereka.
Pembelajaran yang saya rancang blended learning mengharuskan saya
membagi konsentrasi antara yang belajar di rumah dan yang kini sedang saya
hadapi. Pandemi ini benar-benar menuntut kami memutar otak, berinovasi mencari
cara mengajar yang efektif dan menyenangkan ditengah pembelajaran daring yang
mulai terasa menjemukan. Kenapa? Karena yang saya hadapi saat daring adalah
laptop dengan aneka agenda mengajar daring melalui Google Classroom maupun Google Meet. Hasil kerja mereka hanya
bisa saya koreksi dengan laptop. Ada kalanya
saya membaca hasil kerja siswa di GC dengan tulisan rapi, kualitas foto yang
baik dengan penalaran yang runut dan penomoran yang urut. Tapi banyak juga yang
tulisannya cukup "unik" sehingga butuh sedikit usaha ekstra untuk
membacanya, ditambah dengan kualitas foto kurang bagus. Adakalanya sampai jauh
malam saya harus membalas chat mereka yang bertanya tentang materi, tugas
ataupun sekedar sharing hasil praktikumnya yang "tidak sesuai dengan di
buku" dan bagaimana membahasnya dalam laporan.
Maka saat
mengajar luring benar-benar menjadi saat yang saya rindukan. Usai sesi
perkenalan, apersepsi dan motivasi saya mulai beraksi. Menjelaskan LKS yang
telah saya share di grup WA dan memberikan ruang bagi mereka untuk bertanya dan
saling berdiskusi. Bahkan LKS yang saya buat dirancang secara terstruktur
menjelaskan langkah demi langkah penelitian kecil tentang Kingdom Plantae
serupa modul sehingga mereka dapat bekerja secara mandiri di alam. Saya
menugaskan mereka menginstal aplikasi PlantNet untuk mengidentifikasi gambar
organ tumbuhan berupa bunga, buah, daun dan kulit kayu serta menggunakan
aplikasi itu untuk mengidentifikasi tumbuhan di sekolah secara langsung.
Sesi
pengamatan membuat saya mengamati banyak hal diantara kesibukan saya mengisi
lembar observasi pelaksanaan pembelajaran. Berada diluar ruangan respons mereka
sangat beragam. Ada yang masih malu-malu berinteraksi dengan teman dan guru,
ada yang sudah sangat heboh menceritakan hasil temuannya pada temannya, ada yang
langsung mencari saya menunjukkan hasil pengamatan yang separuh jadi. Semangat
dan antusiasme mereka saat mengambil foto, saling berbagi temuan tumbuhan yang
mereka amati, saling memberikan solusi pada teman yang belum terampil
menggunakan PlantNet serasa turut memberikan saya semangat dan antusiasme yang
sama.
Sehari kemudian saya membuka google form tempat mereka mengirimkan
laporan. Hampir sebagian besar nama siswa telah terpampang disana. Sehari
berikutnya hanpir semua siswa telah tuntas mengerjakan tugasnya. Tapi itu belum
apa-apa. Ketika saya membacanya satu persatu, aneka identifikasi tumbuhan
berdasarkan hasil pengamatan, hasil identifikasi dari aplikasi hingga
identifikasi dari website sesuai instruksi pada LKS terpampang rapi. Aneka tanaman
di sekolah seperti Ruellia simplex, Sansevieria trafasciata Prain, Jatropha podagrica, Codiaeum variegatum, Bougainvillea spectabilis dan banyak lagi, hingga beberapa spesies
tumbuhan yang mereka amati di rumah telah teridentifikasi dengan baik. Sebagian
masih perlu dibenahi, tapi sebagian lagi, bahkan sudah lebih baik daripada yang
sudah saya paparkan dalam presentasi.
Pada even Hari Guru Nasional 2021 saya
menuliskan pembelajaran ini dalam Best
Practice artikel inovasi pembelajaran IPA yang bertajuk Gerak Pena 2021 (Gelar
Karya Pendidik Sains Indonesia) yang diselenggarakan oleh P4TKIPA dengan proses
seleksi terbuka karya guru se-Indonesia. Bahagia dan bangga rasanya saat karya
itu lolos seleksi. Mepetnya undangan yang didapat secara online membuat saya harus
bekerja luar biasa sebelum bisa berangkat. Menghubungi cabang Dinas Pendidikan
mengurus Surat Tugas, merancang X-Banner, finalisasi draft presentasi yang
harus sudah terkirim online, mencari tiket kereta hingga Rapid Test antigen
saya lakukan dalam sehari menjelang hari H. Ini adalah kali pertama even
peringatan HGN kembali dilaksanakan luring pasca pandemi. Total 20 guru
Biologi, 20 guru Fisika, 20 Guru Kimia, 20 guru IPA SD dan 40 guru IPA SMP
diundang dalam perhelatan itu. Sehari sebelum peringatan HGN 2021, saya
berangkat ke Bandung.
Dalam even itulah saya menyadari, saya tidak
sendiri. Seratus dua puluh guru yang diundang kesini, dengan inovasi dan
perjuangannya berada dalam acara ini sedang berada dalam misi yang sama,
mempersempit jarak learning loss dan realita yang sedang melanda. Saya
mengedari ruangan membaca satu persatu karya mereka di sepanjang pinggir hall
tempat walking gallery dalam jajaran
X-Banner berwarna warni. Bahkan dalam ruang presentasi kelas Biologi, kami
berkesempatan saling presentasi memaparkan inovasi yang telah kami lakukan
dalam pembelajaran beserta lika liku pembelajaran daring, luring hingga blended learning dengan segala
dinamikanya. Saya memegang map piagam usai berfoto bersama dengan berkaca-kaca saat
membaca tulisannya. Piagam Penghargaan sebagai peserta Gelar Karya Pendidik
Sains Indonesia bagi Guru Biologi jenjang SMA dengan tema Bergerak dengan Hati
Pulihkan Pendidikan dalam rangka Hari Guru Nasional Tahun 2021.
Kembali ke sekolah lagi memberikan wacana baru
bagi saya, pandemi ini telah merubah wajah pendidikan di negara kita. Semua
terdampak, semua harus bertindak. Guru Merdeka Belajar dan terus bergerak
mengatasi kondisi dan keterbatasan. Memodifikasi dan berinovasi dalam
pembelajaran. Terus memperkaya wawasan dan
membuat perubahan positif mulai dari dirinya, dari kelasnya, dari
siswanya. Begitulah semangat yang sama akan terus bersambungan membentuk
jembatan, menjadikan harapan bahwa kita dapat bersatu bekerjasama mengejar
ketinggalan.
Kini kelas telah penuh terisi, meskipun saya masih terus membawa pandemic kit (hand sanitizer, masker cadangan dan face shield), masih terus harus mengingatkan siswa protokol kesehatan, bersama harapan dan doa yang melangit mengangkasa, badai pandemi ini segera berlalu pergi, kelas akan kembali hidup dengan karya-karya siswa di dindingnya. Juga lebih banyak lagi inovasi pembelajaran yang bisa diterapkan, karena kita dan siswa kita telah cakap dan biasa menggunakan gawai dan aplikasinya, telah banyak tahu website tentang materi dan media pembelajaran. Peninggalan pandemi yang terus bisa kita ambil dan manfaatkan.
Note:
Cerpen ini telah dibukukan dalam buku Antologi Karya Cerpen yang berjudul "New Normal New Hope" yang berisi 20 karya terbaik dari guru dan orangtua jebolan finalis "Lomba Menulis Cerpen ROMO #4" SD Plus Rahmat Kota Kediri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar