Senin, 27 September 2021
Catatan Pendek Kisah yang Panjang
Selasa, 21 September 2021
Hujan Tidak Selalu Romantis
Ruang perpustakaan itu lengang, dengan rinai hujan diluar ruangan terasa tenang menghanyutkan. May takzim memandang rinai hujan dari kursi baca tempatnya duduk sejak satu jam lalu. Menghabiskan waktu di perpustakaan adalah favoritnya. Membaca apa saja. Literatur untuk membahas laporan praktikum, buku tentang lingkungan, kekayaan alam, vegetasi negeri-negeri jauh, hingga esai sastra, naskah drama, antologi puisi atau sekedar mengelilingi seluruh rak membuat list buku apa saja yang pengen dibawa pulang untuk dibaca di kamar kosan di akhir pekan.
May mendesah nafasnya pelan. Baru hari rabu, laporan praktikumnya masih kurang dua lagi yang belum teratasi. List programnya di teater juga menunggu realisasi. Berusaha fokus menyelesaikan semua tugas satu persatu. Tapi justru yang menginvasi relung pikiran adalah dia lagi, batas anomali dunia nyata dan dunia mimpi. Huff...
...
Sejenak teringat percakapannya dengan mbak Alvin, yang sengaja datang ke kamar kosnya semalam.
"May, keluar yuk. Aq kenalin temanku anak tehnik. Anak teater juga lho kayaknya cocok sama kamu"
Alvin kakak kosnya, kuliah tehnik bangunan satu tingkat diatasnya. May seringkali menganggapnya sebagai kakak sendiri. Sebagai sesama mahasiswa yang jauh dari orangtua, Alvin teman ngobrol yang menyenangkan. Sering juga mereka latihan bareng paduan suara di aula kampus, juga latihan nyanyi berdua sambil santai di pojok teras kosan, di kamar Alvin atau di kamar May hingga pernah juga sambil duduk di atap lantai satu yang bisa dipanjat dari balkon lantai dua.
"Aku masih mau lanjutin bikin script tata lampu latihan bersama nih mbak. tanggung. besok akunya mau ke perpustakaan cari literatur laporan praktikum fisiologi hewan"
"Nah, justru itu. Dia terampil dalam tata lampu pementasan. Kalian bisa ngobrolin itu sambil temani kita makan. Rame-rame kok. Aku juga mau rundingan tugas kelompok. ga enak kalo ceweknya cuma aku sementara mereka bertiga"
Benar saja. Brian namanya. Sejak pertama bertemu matanya bersinar ramah, lincah menjelaskan ketertrikannya pada seni pertunjukan, juga dasar-dasar konsep tata lampu pementasan. Brian juga yang memperbaiki draft buatan May dari stage pertama hingga stage terakhir. Mereka terlihat akrab ngobrol bersama mencomot sembarang topik apa saja, karena ternyata Brian juga suka ngendon di perpustakaan. Rak buku sastra. Pelariannya saat tugas melanda dan dia sedang butuh refresh sejenak. Obrolan kami melompat kesana kemari diselingi candaannya yang lucu. Sepertinya sebagian besar anak tehnik diluar tugas kuliah yang serius, mereka sangat tahu bagaimana melepaskan sejenak keseriusan mereka.
Hampir pukul 9 malam saat May dan Alvin pulang ke kosan. Batas jam malam buat kosan putri. Alvin langsung nyelonong masuk ke kamar dan duduk di ranjang. Garis wajahnya yang dewasa menatap May serius. Hening sejenak. May beranjak pelan menyusul duduk di ranjang. Candaan lepasnya di perjalanan pulang seakan telah menguap entah kemana.
"May...sebenarnya aku ga pengen ikut campur urusan pribadi. Tapi kurasa sudah waktunya kamu deket sama pria yang nyata, yang bener-bener ada, bisa menjadi teman ngobrol berbagi cerita, bertukar pikiran, ide dan bisa jadi tentang impian masa depan. Jangan dijadikan beban, ini cuma saran. Aku juga paham kamu ga bakalan mau dengan segala macam jenis dan varian apapun gagasan tentang pacaran"
May mengatupkan bibirnya pelan. Urung bicara. Lebih tepatnya tidak tahu harus menjawab apa. Karenanya Alvin segera berpamitan kembali ke kamarnya sendiri. Meninggalkan jejak pertanyaan yang menggantung di langit-langit kamar. May menatap aneka kertas kecil berwarna di dinding kamarnya. Agendanya besok pagi. Ada yang tak pernah lepas dari dinding itu. Kertas kecil berwarna biru muda dengan hiasan glitter berwarna bertuliskan "Balesin Surat Gibran"
....
Rinai hujan diluar perpustakaan kian menderas. Membuat konsentrasinya beralih pada kertas HVS putih yang baru terisi separuh. Surat buat Gibran. Bagian penting dari agenda hariannya. Bercerita tanpa suara. Menyampaikan perasaan lewat tulisannya. Menikmati anomali yang sering membuatnya terkunci dalam dunianya sendiri. May dan Gibran. Jika saja bisa menuliskan rindu, tapi yang tertulis justru cerita tentang teater yang akan merealisasikan program latihan alam. Jika saja bisa menuliskan pengen ketemu, tapi yang tertulis justru sulitnya cari bahan praktikum morfologi tumbuhan. Urusan tentang Gibran selalu membuatnya terasa rumit dan butuh lebih banyak waktu. Entah kenapa. Sepertinya laporannya harus ditangguhkan hingga malam nanti. May sudah terbiasa mengatur jam tidur seminimal mungkin dan tetap produktif sepanjang hari.
Setengah jam kemudian, hujan terlihat mereda. May membereskan buku-bukunya di meja, melipat kembali kertas HVS putih yang kini sudah terisi penuh. Meninggalkan beberapa buku yang tidak jadi dipinjamnya. Mendung masih bergayut mengantar dingin, langkah kakinya terhenti saat matanya tertumbuk pada seraut wajah yang tersenyum ramah. Brian...
#Teaser: Bendera Kata
Jumat, 17 September 2021
SEMANGAT PAGI SEMANGAT KEMBALI KE SEKOLAH LAGI
Setahun lebih pandemi bagi para guru berarti setahun lebih para guru mengajar berteman laptop dan foto-foto hasil kerja siswa dengan segenap suka dukanya. Ada kalanya saya membaca hasil kerja siswa di Google Classroom dengan tulisan rapi, kualitas foto yang baik dengan penalaran yang runut dan penomoran yang urut. Tapi banyak juga yang tulisannya cukup "unik" sehingga butuh sedikit usaha ekstra untuk membacanya, ditambah dengan kualitas foto kurang bagus. Adakalanya sampai jauh malam saya harus membalas chat mereka yang bertanya tentang materi, tugas ataupun sekedar sharing hasil praktikumnya yang "tidak sesuai dengan di buku" dan bagaimana membahasnya dalam laporan.
Setelah setahun lebih pandemi dengan kesibukan mengajar online dan aneka pekerjaan WFH atau WFO, saat bertemu siswa kembali didalam kelas untuk pertama kalinya saya menyadari bahwa saya benar-benar kangen mengajar lagi. Jadi, setelah mengingatkan tentang protokol kesehatan (membawa masker cadangan, bawa hand sanitizer sendiri, cara pake hand sanitizer di tempat umum dan SOP PTM) saya mengabsen mereka satu persatu dengan memanggil nama lengkap dan menatap mereka saat mengacungkan tangan. Mungkin hanya separuh wajah yang telihat karena mereka semua memakai masker, bahkan saya pun memakai masker dan face shield. Tapi saya benar-benar menikmati saat-saat itu. Akhirnya, kami bisa belajar bersama lagi didalam kelas.
Saya sangat beruntung karena hari itu, 13 September 2021 kelas pertama saya mengajar adalah anak wali saya sendiri. Meskipun hanya setengah dari jumlah siswa (itupun ada 3 yang ijin) saya berkesempatan bertemu anak wali saya. Sebelum materi pembelajaran dimulai, kami bisa berbagi tanggungjawab capaian akademis yang harus mereka tempuh dan sedikit bercerita pentingnya kerjasama antara sekolah, mereka dan orangtua mereka dalam mencapai itu. Itulah mengapa saya cukup intens memberikan informasi di grup walimurid tentang dukungan orangtua/walimurid yang diperlukan maupun menghubungi langsung orangtua mereka jika ada laporan kendala pembelajaran dari guru pengajar.
Pembelajaran di kelas saya isi dengan review dan pendalaman materi berdasarkan indikator pencapaian kompetensi yang telah saya tentukan. Saya fokus pada materi yang biasanya sulit saya jelaskan secara online, misalnya pengaruh hormon pertumbuhan, respirasi aerob serta hubungan antara metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Apa cukup waktunya? memang tidak jika saya harus jelaskan detail satu persatu. Tapi saya sangat terbantu karena mereka memegang buku penunjang yang telah dipinjamkan dari perpustakaan. Saya membahas materi dari buku itu, sambil memberikan sedikit wawasan tentang cara belajar agar mereka dapat mempelajarinya kembali dengan lebih mudah jika materi itu tidak tuntas kami bahas didalam kelas. Sehari sebelumnya, saya menugaskan mereka untuk membawa buku tugas biologi, buku penunjang, buku kerja siswa dan print out lembar kerja dari Google Classroom. Buku kerja siswa dan buku tugas mereka dikumpulkan saat PTM selesai untuk saya koreksi. Sedangkan buku penunjang mereka bawa kembali untuk mengerjakan lembar kerja dari GC. Lembar kerja inilah yang akan kami bahas pada PTM minggu depan.
Lima menit sebelum jam KBM usai, saya sempatkan sharing tentang pentingnya membaca. Karena itulah kita mengenal pepatah buku adalah jendela dunia. Itulah mengapa pemerintah kita giat menggaungkan literasi dan numerasi. Bahkan di blog ini, yang sering saya bagikan pada mereka sebagai bahan belajar pada bagian paling atas tertulis "Berbagi Nutrisi Literasi: Saling Belajar Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat". Menularkan kesenangan belajar yang saya alami, passion yang kita dalami dengan senang hati. Ketertarikan membaca dan belajar apa saja baik untuk mengerjakan tugas sekolah maupun dalam memecahkan permasalahan sehari-hari. Apalagi generasi milenial sangat terfasilitasi dengan mudah untuk mengakses beragam e-book yang gratis, yang murmer maupun yang mahal berbayar. Sayang banget jika yang kita baca cuma facebook, ig dan chat WA.
Usai mengajar saya menatap seluruh penjuru kelas. Ruangan kelas yang merindukan para siswa segera kembali. Dindingnya pun mungkin juga kangen ditempeli nama pengurus kelas dan hasil karya siswa beserta hiruk pikuk proses pembuatannya. Saya membayangkan 2 tahun lalu saya menugaskan siswa membuat poster pelestarian keanekaragaman hayati. Cerita behind the scene mereka sampe lesehan di kelas sepulang sekolah dengan aneka guntingan kertas demi bisa memamerkan hasil karyanya di dinding kelas dan mempresentasikannya dalam salah satu sesi model pembelajaran market place activity. Demikianlah, sepertinya minggu ini selain mengajar bagi saya adalah sesi untuk melepas rindu. Belum lagi saat saya mengumpulkan pekerjaan mereka di kelas, mata saya terasa segar karena yang saya pegang adalah hasil pekerjaan riil yang bisa saya coreti apa kelebihan dan kekurangannya. Bukan foto hasil kerja mereka yang kadang tidak jelas pencahayaan maupun kualitas fotonya.
Saya menyadari, saya aja yang guru ada pasang surutnya agak moody menyelesaikan tugas saya jika terus-terusan online. Apalagi siswa yang sebagian besar belum cukup stabil menangani pengaruh lingkungan, arus informasi dan media sosial yang setiap saat berseliweran. Saya aja yang sangat menikmati me time dan family time at weekend berasa seneng banget ruang guru kembali rame dengan teman-teman yang mengenakan seragam dan saling berbagi pengalaman mengajar di kelas. Semoga badai pandemi ini sudah benar-benar berhenti dan sekolah kita bisa lebih hidup dengan lebih banyak ide dan inovasi baik di kelas maupun diluar kelas. Semoga.
"Pelajaran sekolah bukanlah guidebook untuk dapat kerja, tapi bahwa semua pelajaran akan memberikan value tentang wawasan keilmuan, pembentukan pola pikir, problem solving hingga pendidikan karakter tentang tanggungjawab, disiplin, integritas dan kemandirian akan sangat kita perlukan dalam dunia kerja"